Seandainya Kita Memiliki Kemampuan Problem Solving Seperti Wali Songo
foto: peziarah di makam maulana malik ibrahim, Gresik (sumber: dokumen pribadi) |
Beberapa
waktu lalu, setelah berkutat dengan tumpukan modul saya mengikuti ziarah ke
beberapa wali Jawa. Emang bawaan udah ngga bisa diem ini pikiran kalo ngga
tidur, saya malah kepikiran sama islamisasi oleh Wali Songo di Jawa. Saya
sebenarnya tertarik sama artefak yang berada di sekitar makamnya. Barangkali
dari pembaca bakal jadi tour guide buat melihat kekhasan artefak dengan
durasi yang lebih lama lagi. Ya, emang saya bukan orang yang mendalam sejarah,
tapi saya kaitkan saja atau dicocoklogi dengan masalah yang sudah saya hadapi dan
semoga bisa berlanjut hehe. Takut kepanjangan, ya udah langsung aja kita ingat
sebentar bagaimana kiprah Wali Songo di Jawa. Di sini ngga bakal disebut nama
walinya karena saya tau kalian sudah hapal lewat nyanyian yang sempat viral
beberapa waktu lalu.
Islam
bukan merupakan agama tertua di Indonesia. Sebelum Islam merambah wilayah
Indonesia, agama Hindu sudah terlebih dahulu membersamai kehidupan dan
kebudayaan di Indonesia. Menilik sejarah, agama Hindu masuk ke Indonesia pada
tahun 11 SM dari India. Hal ini bisa dilihat dari artefak peninggalan kerajaan
bercorak Hindu di Indonesia. Prasasti,
candi, arsitek, catatan sejarah dan lainnya bisa dilihat dari umur artefak
tersebut. Kemudian masuk agama Budha yang secara sekilas memiliki kemiripan.
Kepercayaan
dan budaya makin kental di masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Namun, seiring
berjalannya waktu kerajaan Hindu Budha mengalami kemunduran dan bergantilah
Islam melalui wali songo tersebar di wilayah jawa. Gresik menjadi awal mula
kedatangan Wali Songo di jawa. Abad ke-15 dan ke-16 menjadi masa penyebaran
Islam di Jawa.
Wali-wali
di Jawa tidak hidup dalam satu masa, melainkan bertahap. Ada beberapa wali yang
merupakan murid atau anak dari wali lainnya. Dari wali-wali tersebut memiliki
wilayah penyebaran tersendiri dengan karakteristik dan kekhasan dakwahnya.
Pesisir
utara Jawa menjadi tempat dakwah yang dipilih oleh beliau. Menurut beberapa
sumber, daerah tersebut cukup strategis karena merupakan jalur perdagangan yang
cukup terkenal dan besar. Adanya pelabuhan besar seperti Gresik dan Tuban
memudahkan transportasi yang menghubungkan wilayah di dalam negeri maupun luar
negeri seperti Gujarat. Selain itu, di jalur perdagangan terdapat keragaman
masyarakat yang berkumpul seperti pedagang, nelayan, dan penduduk urban.
Keragamanan ini mendorong penyebaran Islam lebih mudah sampai pada banyak
lapisan masyarakat di Jawa. Karakteristik gelombang di laut selatan dan utara
jawa juga saling bertolak. Di laut selatan gelombang lebih ganas dan sehingga
tidak dilalui secara lansung oleh pedagang.
Wilayah Jawa
yang sudah lama dibesarkan oleh kepercayaan Hindu Budha setelah animisme dan
dimanisme cukup menantang dalam penyebaran Islam yang memiliki karakter lemah
lembut. Untuk mengakalinya, wali songo memodifikasi dan perlahan menghilangkan
budaya yang tidak dibenarkan dalam Islam. Akulturasi budaya diambil untuk
menengahi antara kelemahlembutan Islam dan kepercayaan sebelumnya.
Artefak
dari peninggalan Islam baik dari kerajaan Islam maupun peranan Wali Songo masih
kental dengan budaya sebelumnya. Hal paling jelas adalah arsitektur Masjid Demak.
Menara yang dibuat menyerupai candi Hindu Budha. Bata merah tanpa semen disusun
menyerupai cara penyusunan candi Hindu Budha di Jawa sebagai penghormatan pada
budaya sebelumnya dan menjadi strategti yang digunakan dalam mengislamkan masyarakat.
Yang mana menara dibangun di tempat yang paling tinggi untuk adzan. Hal ini
seperti dalam kepercayaan sebelumnya bahwa tempak paling suci berada di paling
atas. Namun, dalam Islam diletakkan di atas dengan tujuan agar memiliki
jangkauan yang lebih jauh. Adanya kubah pada atas Masjid Al-aqsa Kudus menjadi
ciri bangunan Islam.
Selain
kudus, wayang juga digunakan sebagai metode dakwah Sunan Kalijaga. Pewayangan
pada awalnya merupakan cara menyampaikan pesan pada masa Hindu-Budha. Coba cek
naskah asli Mahabharata dan Ramayana. Namun, oleh Sunan Kalijaga tokoh tersebut
diislamisasi untuk menyebarkan nilai-nilai Islam pada masyarakat.
Adapula
tradisi seperti grebek sura, syawalan, maulidan, sedekah laut, sedekah bumi
merupakan budaya jawa yang awalnya sebagai pemujaan pada dewa-dewa. Namun
setelah Islam masuk maknanya diislamisasi sebagai wujud syukur pada Allah SWT.
Dalam tradisi tersebut pada makna gunungan juga diislamisasi menjadi simbol
kemakmuran dan perlindungan. Tradisi lain di daerah Kudus yakni tidak boleh
menyembelih atau berkurban sapi. Hal ini sebagai penghormatan bagi kepercayaan
agama Hindu Budha akan kesakralan sapi dan masih terbawa sampai saat ini.
Falsafah
Jawa yakni “manunggaling kawula gusti“ juga memiliki kemiripan dengan
ketauhidan Islam. Menggunakan analogi tersebut memberikan penguatan akan
ketauhidan pada Allah SWT bagi masyrakat Jawa.
Pada
intinya, Wali Songo bisa menjadi teladan bagi umat Islam di Jawa dalam berbagai
segi kehidupan. Keluwesan pada kebudayaan dan tradisi asli masyarakat dengan
halus diislamisasi. Tradisi, ajaran, kepercayaan, dan artefak dibawa menjadi
media untuk memberikan pemahaman dan dakwah santai dan tidak ngoyo untuk
menjadi Islam dengan segera. Namun perlahan dengan memperkenalkan melalui
kebiasaan dan diluruskan sesuai dengan perspektif Islam.
Hal ini
secara tidak langsung membawa masyarakat untuk memeluk Islam secara bertahap.
Tidak tiba-tiba makjreng, “sekarang ini salah, harusnya itu. Itu haram, ngga
boleh ini.” Namun pergeseran makna yang terkandung dalam tradisi, artefak, dan
budaya. Hal ini juga sudah diajarkan langsung oleh Allah SWT dalam larangan
meminum arak bagi bangsa Arab. Yang mana tradisi meminum arah perlahan
dikurangi dan kemudian baru diharamkan. Dengan alasan logis dan melihat
kebermanfaatan bagi diri sendiri dan orang di sekitarnya. Mungkin, para Wali Songo
menjadikan peristiwa tersebut sebagai kiblat dalam mengislamkan masyarakat Jawa.
Pastinya Wali Songo memiliki kesadaran diri yang tinggi, manajemen diri,
kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, disition making, kesadaran
sosial, dan pastinya kecerdasan spiritual yang tinggi.
Saat ini,
hal tersebut masih relate. Di mana untuk mengubah kebiasaan yang kurang
baik perlu dilakukan secara perlahan atau bahkan dengan akulturasi kebiasaan
sebelumnya. Apabila saat ini marak dengan judi online, paylater, dan kekerasan
seksual serta permasalahan lain, perlu dilakukan dengan perlahan. Solusi-solusi
dari pemegang kendali negeri ini kurang pas jika melihat dua peristiwa di atas
tadi.
“Tapi
dalam alam semesta ini kan tidak ada hal yang berulang?” (the butterfly effect)
Bukan
gitu maksudnya. Memang peristiwanya berbeda, namun menilik dari sejarah tidak
ada salahnya. Hanya penyesuaian konteks dan zaman. Namun pada intinya tidak ada
perubahan yang instan dan semua perlu diusahakan dan dipikirkan solusinya
secara logis.
Post a Comment for "Seandainya Kita Memiliki Kemampuan Problem Solving Seperti Wali Songo"
Post a Comment