ffffff
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
banner here

Seandainya Ibnu Al-Haytham Tidak Berpura-pura Gila

foto: ilustrasi Ibnu al-Haitham (sumber: national geographic)

Saat ini, kita diberi kenikmatan berupa bisa melihat visual suatu benda. Kita bisa melihat benda-benda dan keadaan di sekitar kita. Melalui anugerah berupa mata sebagai media untuk melihat, kita bisa menceritakan hal-hal yang dilihat dengan detail.

Semakin berkembangnya pemikiran dan ide kreatif, kita bisa menduplikasikan objek melalui lensa kamera. Dewasa ini perusahaan berusaha meng-upgrade kualitas dan performa di pasaran. Sehingga di beberapa kalangan, jenis dan kualitas jepretan kamera menjadi bentuk lain untuk saling unjuk gigi. Bahkan, di platform tertentu jenis kamera yang digunakan mempengaruhi engagement.

Saat ini, kamera bisa dikatakan harga diri seseorang di dunia maya. Namun, setelah kalian bisa menggunakan fasilitas seistimewa itu, tau engga siapa yang mencetuskan kamera?

Beliau adalah Ibnu Al Haytham yang mempelopori terciptanya “kamera obscura”. Nama aslinya adalah Abu Ali Muhammad Al-Hassan Ibnu Al-Haytham. Namun di dunia barat lebih dikenal dengan Al-Hazen, Avennathan, dan Avenetan. Beliau lahir di Basrah, kini dikenal dengan Irak, pada 965 M dan dibesarkan di Basrah dan Baghdad yang menjadi pusat ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah.

Kemudian beliau memutuskan pindah ke Mesir dan berkata “Jika diberi kesempatan, saya akan menerapkan solusi untuk mengatur banjir Sungai Nil” sehingga Khalifah Fatimiyah mengundangnya ke Kairo. Setelah mempertimbangkan kondisi fisik sungai dan sisa-sisa arsitek Mesir Kuno yang fantastis ia gamang. Karena sang Khalifah tidak akan membiarkan kegagalan dan mengancam keberlanjutan hidup Al-Haytham, ia memilih berpura-pura gila. Ia akhirnya dipenjara di bawah tahanan rumah.

Selama di penjara, ia memperhatikan cahaya matahari yang masuk melalui lubang yang kecil sebesar jarum kecil menyinari kamarnya yang gelap. Kemudian beliau menyadari bahwa beliau bisa melihat gambar benda-benda di luar yang disinari matahari. Percobaan itu berulang kali dan kemudian beliau menyimpulkan bahwa cahaya yang bergerak dalam garis lurus, dan penglihatan terjadi saat sinar itu masuk ke mata. Hal ini membantah asumsi sebelumnya yang mengatakan bahwa hal yang kita lihat itu bergerak keluar mata. Ia dibebaskan setelah kematian Khalifah.

Ibnu Al-Haytham mengonfirmasi penemuannya melalui percobaan di kamar gelapnya dan dalam bahasa latin disebut dengan camera obscura. Setelah berkali percobaan dengan tambahan peralatan khusus yakni cermin dan lensa buatannya, ia menuangkan ide temuannya dalam tujuh jilid “Kitab Optik” tentang cahaya dan penglihatan. Ia dibebaskan dari penjara setelah kematian Khalifah.

Temuannya berupa camera obscura menjadi ilham bagi berkembangnya kamera modern. Konsep dari kamera obscura menjadi dasar perkembangan kamera modern. Kemudian pada abad keenam belas, Kepler mengembangkan temuan Al-Haytham dengan meningkatkan penggunaan lensa negative di belakang lensa positif sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip yang digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).

Selain itu Al-Haytham juga mengemukakan pemahamannya akan peran penting kontras visual. Misalnya, suatu warna objek bergantung pada warna lingkungan sekitar dan kontras tingkat kecerahan menjelaskan mengapa kita tidak dapat melihat binatang-binatang di siang hari. Hal ini dijadikan dasar pengambilan gambar pada saat ini di mana cahaya yang masuk sangat diperhatikan untuk mendapatkan gambar yang aesthetic dan menjadi salah satu seni yang ada.

Setelah Al-Haytham wafat bukunya “Kitab Optik” diterjemahkan ke bahasa Latin dan dibaca secara luas. Buku tersebut berpengaruh besar dalam perkembangan ilmu dan teknologi di Barat. Sebagai penghormatan terhadap Ibnu Al-Haytham, Astronom Polandia yakni Johannes Hevelius menyandingkan bersama Galileo dalam karya yang paling terkenal tentang Bulan, “Selenographia” yang terbit pada tahun 1647 M.

Bagaimana jadinya jika Al-Haytham tidak pura-pura gila? Mungkin sudah habis ditangan Khalifah Fatimiyah dan dunia optic dan kamera tidak akan seperti hari ini.

Saking senangnya bereksperimen dan berpikir, Al-Haytham masih meninggalkan teka-teki sampai saat ini. Ibn Al-Haytham menegaskan bahwa ilusi optik adalah alasan mengapa Bulan tampak begitu besar saat rendah di langit dekat cakrawala dibandingkan dengan ukurannya saat berada di puncaknya. Namun sampai saat ini belum ada yang bisa menjelaskan alasannya.

Dipta_edu
Dipta_edu Hanya seorang pembelajar

Post a Comment for "Seandainya Ibnu Al-Haytham Tidak Berpura-pura Gila"

Youtube