Terulang Lagi! Tukang Dekor Kudu Kreatif dan Solutif
source: doc.pribadi |
Big Event
di
Nurul Iman, udah beberapa saat yang lalu lewat. Bener, sebenernya udah rada
basi. Tapi ngga papa, itung-itung buat bahan throwback aja. Pasti
seiring berlalunya masa akan terlupakan detail-detail peristiwa, kan? Nah, di
sana tulisan ini jadi bahan buat kita gali kembali kenangan yang udah tertimpa
oleh peristiwa yang lebih hangat. Sadar sesadar-sadarnya, writer ngga
berharap banyak, kok. Paling tidak ketika semua sudah melupakan, writer
masih bisa senyum kecut, lho. Semua itu, ngga papa-papa.
Udah
cukup basa-basi yang sudah beneran basi, kali ini saya sebagai writer juga,
sedikit jeli dengan penampakan dekor yang agak gimana gitu. Sebagai salah satu
manusia yang kadang agak lain, saya menyadari ada kejanggalan di dekorasipanggung akhirussanah dan khotmil kutub tahun 2024. Ada sedikit kekurangrapian
yang cukup membuat mata saya ngga bisa lepas. Kalo kata orang pada saat ini ya,
salfok.
Nah,
waktu itu udah di hari ke-empat runtutan acara, tepatnya waktu tadarus bersama.
Saya yang ndablek ini berangkat di waktu-waktu kritis, udah hampir mulai. Dan
dengan terpaksa atau emang panitia yang udah nyetting, saya duduk di urutan
kedua dari depan. 5 meter dari ujung belakang panggung taksiran saya. Karena
bersama dengan masyarakat umum, durasi yang diberikan cukup untuk saya menghabiskan
jatah dan masih ada sisa. Dasar mudah bosan, saya sempatkan mengamati panggung
dengan teliti per inchinya. Ya baru kali itu bisa melihat dengan detail gitu.
Setelah
menyisir bagian yang tertangkap mata, kok ada yang aneh gitu. Ya sependek saya
kenal dengan yang mendekor, ada keraguan pada hasil yang di tiang. Saya mencoba
mendamaikan keributan di kepala saya. Toh, ngga ada feedback yang begitu
terlihat dari hal itu buat saya. Rentetan acara saya ikuti dengan seharusnya
saja. Ikut doa, makan, bantu beresin dikit-dikit.
Beres
dari belakang, tanpa fafifu saya melenggang begitu saja melewati area panggung.
Lagi pula sudah sore dan saya punya janji untuk melengkapi keperluan saya di
esok harinya. Eh, dasar kepala masih belum bisa berdamai kalo belum ada
validasi dari pihak yang bersangkutan, mata saya melihat sosok yang mendekor
panggung itu. Tanpa ragu saya memvalidasi hal ganjil yang saya sadari.
“Kang,
kue emang desaine bolong atau gimana? Kok kayak bukan kang …. banget si?”
cecar saya.
“Oh,
kue anu ketabrak bocah, dadi tek iris sisan,” jawabnya sambil tertawa
tipis.
“Oh,
ya memper deneng mandan ngganjel nang mataku. Bocah sing biasa kae apa?”
saya memperjelas.
“Iya,
bocah sing ganu. Oh iya, di-up maning sing taun ndisit,” pintanya.
“Hah!
Sing endi?” saya bingung pasalnya saya ngga ngerasa kalo di tahun
sebelumnya juga ada hal seperti ini.
“Sing
kae lho, sing tukang dekor dibuat ketar-ketir sama anak,” jelasnya.
“Oh,
iya. Mengko ya, siki foto disit terus kirim nyong,” pungkas saya.
Begitulah,
setelah saya meminta validasi ternyata benar. Dekor yang saya lihat di hari
ke-empat sudah tidak orisinil dari rencana awal. Mungkin bagi mayoritas orang
tidak akan sadar dengan perubahan tersebut. Namun saya bisa merasakan
keganjilan yang setelah saya cari validasinya, saya tidak keliru. Ke-ndlesek-an
saya di waktu kecil ternyata tidak begitu buruk, hehe. Pasalnya saya (mungkin)
jadi sedikit tau perubahan-perubahan kecil yang terjadi pada suatu benda.
Barangkali itu memori masa kecil? Saya tidak tahu.
Di balik
peristiwa tersebut, yang bagi mayoritas adalah sepele, saya jadi sedikit tau
bagaimana seorang tukang dekor bekerja dengan kreatif sekaligus solutif jika
dihadapkan dengan kondisi yang tidak terduga semacam itu. Yang pasti tidak
mengurangi nilai estetika di dalamnya. Sudah di awal sebelum berdirinya
panggung mendesain dan mengeksekusi dari bahan setengah jadi menjadi dekor yang
melengkapi acara sampai pada risiko yang harus diselesaikan apabila acara masih
berjalan. Bahan yang cukup rapuh juga menambah risiko yang harus ditanggung di
tengah acara. Kalo ngga kreatif dan solutif yang ada malah memaki-maki yang
membolongi atau merusak dekor. Tapi, kang dekor engga. Walaupun emosi (mungkin)
ada, tapi apa iya harus adu mulut sama anak dan atau orang tuanya? Itu bukan
pilihan yang cukup dewasa. Berbenah cukup menjadi solusi tanpa menimbulkan
keributan, apalagi dengan ibu-ibu.
Ya, bagi
ibu-ibu atau orang tua juga perlu mem-briefing anak sebelum ke suatu acara.
Namun, namanya juga anak-anak, eksplorasi adalah hal yang sangat menarik.
Apalagi mencoba tekstur suatu benda. Sangat menyenangkan.
Kalo
kalian pernah punya pengalaman ada dengan dekor? Atau pengalaman mengesankan
apa dengan acara yang melibatkan risiko yang rentan sekali menimpa di tengah
acara? Coba tulis di kolom komentar ya.
tabik
tulisan ini hanya guyon semata untuk mengabadikan keresahan dan keterampilan menulis, untuk pihak yang terlibat, tidak perlu diseriusi.
Untuk
yang paham bahasa jawa, bisa membantu yang belum paham dengan menerjemahkan di
kolom komentar.
Post a Comment for "Terulang Lagi! Tukang Dekor Kudu Kreatif dan Solutif"
Post a Comment