Warning! Belum Jadi Santri Kalo Belum Kenal Karya Ini
pict. kitab syifaul jinan |
Anak-anak merupakan masa di mana berbagai hal perlu ditanamkan dan
dibiasakan. Laiknya pepatah belajar di waktu kecil bagaikan melukis di atas
batu dan belajar di waktu tua bagaikan melukis di atas air. Pepatah yang sudah
biasa kita dengan sedari masih duduk di bangku SD bukan? Makna yang terkandung
atau yang akan disampaikan pun rasanya semua orang dewasa tau. Benar. Anak-anak
menjadi satu-satunya fase yang memiliki kualitas terbaik untuk memberikan
pengetahuan dan menanamkannya. Golden age atau usia emas yang disandang oleh
anak-anak menjadi kode untuk orang dewasa agar mengajarkan dan mendidik
anak-anak sedini mungkin agar membekas dengan mudah.
Mungkin sebagian orang tidak mengenal KH. Ahmad Muthahar bin
Abdurrahman bin Qoshidil Haq yang karya beliau banyak dikenal oleh anak kecil
di berbagai pesantren, madrasah diniyah, dan TPQ di seluruh Indonesia,
khususnya Jawa. Salah satu karya monumentalnya yaitu kitab Syifaul Jinan Fi
Tarjamati Hidayatus Shibyan.
Kh Ahmad Muthahar bin Abdurrahman bin Qoshidil Haq merupakan putra
kelima KH Abdurrahmah. Kiai kelahiran tahun 1926 ini dikenal dan diteladani
melalui keistiqomahan dalam beribadah. Hal ini dapat dilihat dari semangatnya
dan istiqomahnya dalam mendidik dan menjadi teladan santrinya dengan tetap
pergi ke masjid serta berkeliling mengecek kamar-kamar santri meskipun harus
menggunakan kursi roda dan dengan bantuan dorongan dari santri beliau. Semasa hidupnya
beliau dipercaya untuk mengampu pengajian santri serta menjadi imam shalat
wajib di masjid An Nur Pondok Pesantren Futuhiyyah serta menjadi imam shalat
Jumat di masjid Jami’ Baitul Muttaqin, Kauman, Mranggen. Keistiqomahannya bisa
dikuatkan dengan santri sebagai saksinya yang mana beliau selalu shalat
berjamaah kecuali ada udzur.
Dengan keistiqomahan dan kealiman beliau pastinya tidak didapatkan
secara instan. Beliau mendapat kesempatan berguru pada Syekh Yasin bin Isa Al
Fadani yang merupakan murid dari Syekh Sa’id Nabhan. Syekh Yasin merupakan
ulama Mekah yang berasal dari Padang, Sumatra Barat yang memiliki gelar “Al
Musnid Dunya” (ulama ahli sanad dunia) sebab keahliannya dalam meriwayatkan
hadits. Berkat ketekunan dan ridha Allah, KH Ahmad Muthahar meninggalkan
beberapa karya dalam bentuk kitab seperti: Imrithi, Al Wafiyyah fi Al Fiyyah,
Akhlaqu Mardliyyah, Tafsir Faidurrahman, Al Maufud, Syifaul Jinan dan Tuhfatul
Athfal, Rahabiyyah, dan Tsamarotul Qulub yang cukup dikenal dan masih dipakai
di kalangan nahdliyyin sebagai bahan pembelajaran agama dengan berbagai cabang
keilmuan. Karya beliau tidak sulit untuk ditemukan sebab penerbit Thoha Putra
Semarang menjadi tempat penerbitan mayoritas kitab beliau.
Namun beliau telah wafat pada tanggal 22 Juni tanuh 2005 bertepatan
dengan tanggal 15 Jumadil Ula 1426 H. Ketika dini hari itu menjadi sujud shalat
terakhirnya dan menjadi pengantar kea lam yang lain. Sebab kealiman beliau tak
heran ribuan pelayat mengantar kepergian beliau.
Kitab Syifaul Jinan Fi Tarjamati Hidayatus Shibyan merupakan salah
satu karya monumental beliau. Kitab ini merupakan salah satu kitab menyarahi
kitab Hidayatus Shibyan. Uniknya kitab ini menggunakan bahasa Jawa dalam
menjabarkan nadham Hidayatus Shibyan. Kitab ini pula menjadi rujukan dalam
pembelajaran ilmu tajwid yang tidak hanya dikaji di pesantren namun juga di
madrasah dan TPQ.
Singkatnya kitab Syifaul Jinan membahas terkait dasar-dasar ilmu
tajwid. Kitab ini ditulis sebagai respon KH Ahmad Muthahar kepada para guru dan
murid madrasah ibtidaiah yang menginginkan adanya terjemah dari kitab-kitab
kecil namun memiliki kebermanfaatan yang besar. Hal ini tertulis dalam
mukadimah kitab Syifaul Jinan.
Meskipun merupakan kitab kecil yang jumlah halamannya tidak
mencapai 30, namun kitab ini memiliki kegunaan yang besar dalam mengkaji
hukum-hukum bacaan dan cara membaca al Quran dengan benar. Kitab ini terdiri
dari 6 bab termasuk mukadimah.
Dalam mukadimah, berisi pujian-pujian kepada Allah serta shalawat
kepada nabi juga pengantar mushanif mengenai tujuan penulisan kitab, harapan
serta permintaan maaf jikalau nantinya ditemukan kesalahan dan kelalaian. Hal
ini mencerminkan sikap tawadhu yang menjadi ciri khas para ulama mutaqadimin
agar mendapat berkah dan ridha Allah ketika menulis kitab. Di sini pula
mushanif memohon kepada Allah agar kelak kitab ini menjadi kebermanfaatan untuk
mushanif sendiri ataupun bagi sesame dalam artian masyarakat umum.
Tak jauh berbeda dengan kitab Hidayatus Shibyan, bab berikutnya
membahas hukum-hukum bacaan yang ada di al Quran. Bab satu membahas tentang
hukum bacaan nun mati dan tanwin yang terdiri dari idhar, idgham bighunnah,
idgham bilaghunnah, iqlab, dan ikhfa hakiki. Pada bab dua membahas hukum mim
dan nun bertasydid serta mim mati yang dirincikan dalam ikhfa syafawi, idhar
syafawi, dan idgham mitslain maal ghunnah. Pada bab tiga membahas pembagian
idgham yang terdiri dari idgham mitsli shaghir dan mitsli kabir. Bab
selanjutnya yaitu membahas pengaruh lam fiil dan lam ta’rif terhadap bacaan
idhar dan idhgam. Hal ini menyebabkan terbaginya hukum idgham syamsiah, idhar
qamariah, idhar fi’li, dan idhar halqi. Bab setelahnya yaitu membahas huruf
tafhim dan huruf qalqalah. Bab ini merupakan yang paling singkat sebab hanya menjabarkan
dua bait saja. Namun tidak berarti bab ini sempit. Bab ini mudah dipahami
karena pembahasan langsung pada konteks yang dituju. Bab terakhir membahas
huruf mad dan pembagiannya. Di bagian ini mushanif membahas secara rinci dari
segi definisi maupun contoh-contohnya yang didasarkan pada nadham yang ada.
Untuk menambah pemanahan beliau menambahkan referensi lain dari para ulama ahli
tajwid.
Kitab Syifaul Jinan usai ditulis pada tanggal 10 Syawal 1374
hijriah seperti yang tertulis pada kalimat penutup kitab ini. Di bagian penutup
pula mushanif mencurahkan rasa syukur kepada Allah sebab berkat pertolongan dan
ridha-Nya dapat menuntaskan kitab Syifaul Jinan. Seperti di muqadimah, di akhir
pula beliau berharap karyanya dapat bermanfaat khususnya bagi santri dan murid
madrasah yang ada di Indonesia.
Kitab ini memiliki keunggulan tersendiri khususnya bagi masyarakat
Jawa sebab menggunakan bahasa Arab Jawa (pegon). Sehingga masyarakat awam dapat
memahami kitab ini tanpa harus mempelajari bahasa Arab terlebih dahulu. Materi
yang dibahas pun lengkap dari segi harfiah dan terminologi serta disertakan
catatan kaki dan nukilan dari pada ulama ahli tajwid yang dijadikan referensi.
Di samping itu, disertakan tabel yang berisi ringkasan di tiap
akhir bab guna memudahkan murid dalam memahami hukum bacaan yang baru saja
dipelajari. Dengan itu kitab ini cukup untuk digunakan untuk memperkaya
khasanah keilmuan di Nusantara khususnya dan tidak ada salahnya untuk
menyebarluaskan agar keberadaan kitab ini tetap lestari dan memberi
kebermanfaatan untuk sesama insan serta mushonif kitab itu sendiri.
Untuk memdapatkan kitab ini tidaklah sulit dan tersebar luas di
berbagai toko kitab. untuk meminangnya pun tidak perlu merogoh kocek yang
terlalu banyak.
Post a Comment for "Warning! Belum Jadi Santri Kalo Belum Kenal Karya Ini"
Post a Comment