Gapai Mahkota Surga Untuk Kedua Orang Tua
Siapa sih yang ngga pengin membahagiakan orang
tua? Hampir semua manusia memiliki keinginan itu. Kecuali yang rada-rada kali
ya. Jalan yang ditempuh pun bermacam-macam. Salah satunya dengan belajar dengan
baik dan tekun. Untuk mencapainya, masuk ke lembaga pendidikan agama islam
menjadi salah satu solusi. Di sana belajar berbagai kajian yang berkaitan
dengan agama maupun ilmu umum. Salah satunya kitab suci, Al-Quran.
Seperti
sabda Rasulullah SAW. khairukum man ta’allamal qur’ana wa’allamah, yang
artinya “sebaik-baik manusia itu yang mau belajar Al-Qur’an dan
mengamalkannya”. Ilmu Al-Qur’an sangatlah luas, salah satu cara untuk
mempelajarinya yaitu dengan Tahfizul Qur’an atau menghafalkan Al-Qur’an.
Keutamaan yang paling didampakan oleh para hufaddz adalah mempersembahkan
mahkota untuk kedua orang tuanya. Berikut beberapa hal yang ditempuh dalam
menghapal Al-Quran sambil belajar ilmu umum:
Keinginan
yang kuat.
Keinginanku
menjadi penghafal Al-Qur’an terinspirasi dari sebuah tayangan tv di RCTI yaitu
“Hafiz Indonesia”, kala itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 5.
Dari tayangan tv itu membuatku berinisiatif ingin masuk pesantren. Dibangku
kelas 5 aku sudah meminta kepada orang tuaku untuk masuk pesantren, akan tetapi
kedua orang tuaku tidak mensetujui, akhirnya aku masuk pesantren kelas 7 madrasah
tsanawiyah. Menjadi seorang hufadz bukanlah suatu hal yang gampang dan sepele,
seorang hufadz harus menjaga dan berkomitemen dengan Al-Qur’an sepanjang
hidupnya. Akhirnya akupun berniat dan bertekad untuk menghafalkan Al-Qur’an.
Awal masuk pesantren aku tidak langsung menghafal, karena memang harus dites
dulu, kalau sudah lancar mengajinya maka langsung bilghoib atau menghafalkan,
dan Alhamdulillah ketika aku dites aku langsung bisa bilghoib.
Menghafalkan Al-Qur’an dengan dibarengi sekolah formal memang cukup menantang,
karena ada 2 hal yang harus dipirkan memikirkan pelajaran sekolah dan
memikirkan hafalan untuk disetorkan kepada bunyai. Tetapi karena memang ini
jalan yang sudah aku pilih, maka aku harus menyelesaikannya.
Manajemen
waktu yang baik.
Kegiatanku
selama di pondok sambil sekolah aku spil sedikit ya teman-temen. Sebelum subuh
harus bangun untuk mandi dan shalat sunnah. Lalu, jamaah subuh dan selepas itu
langsung disambung mengaji setoran muraja’ah dengan pengurus sampai jam enam
seperempat, selesai ngaji langsung sarapan dan siap-siap untuk berangkat
sekolah, pulang jam setengah 2. Pulang sekolah istirahat sebentar lalu, lanjut
mandi dan nderes sebentar. Adzan asar langsung sholat dan berlanjut mengaji
sore. Nah, waktu sore ini adalah setoran menambah hafalan dengan bunyai
langsung, atau nama lainnya yaitu ziyadah. Ngaji sore selesai sampai jam
5, setelah itu lanjut makan sore dan bersiap-siap untuk jamaah maghrib. Ba’da
jama’ah maghrib dilanjutkan mengaji, waktu ini digunakan untuk membuat hafalan
yang akan disetorkan besok kepada bunyai. Ini dilakukan sampai isya’dilanjutkan
dengan jama’ah isya’. Ba’da isya’nya jadwal ngaji diniyah atau ngaji kitab
sampai jam 9. Lalu, pada jam setengah sepuluh sampai jam sepuluh dilanjut
tadarusan untuk menyiapkan setoran muraja’ah besok subuh. Setelah itu para
santri bisa istirahat, kalau ada pr sekolah maka dilanjut mengerjakan pr, kalau
tidak ada maka dilanjutkan istirahat dan tidur. Itu sedikit rutinitasku di
pondok sambil sekolah.
Sistem
target dan disiplin yang menguatkanku.
Dalam menghafal
Al-Qur’an aku mempunyai target, dimana dalam sehari aku harus membuat hafalan 1
halaman untuk disetorkan, dan muraja’ah seperempat juz dalam sehari. Dan
Alhamdulillah pada waktu aku kelas 12 aku bisa menyelesaikan hafalanku dan bisa
mengikuti khotmil Qur’an. Memang tidak mudah dalam menghafalkan Al-Qur’an, ada
beberapa ujian yang pernah aku alami, pernah sakit-sakitan, sering mengantuk
saat pelajaran, terkadang merasa susah sekali dalam mengafalkan karena bertemu
ayat yang susah, kalau ada jam kosong di sekolah digunakan untuk menghafal,
tidak bisa main handphone, dan lain-lain. Tapi Alhamdulillah ujian-ujian itu
bisa dihadapi. Karena tidak lain atas usaha dan do’a-do’a orang tua.
Sampai
sini saja aku tidak puas, karena pencapain seorang penghafal Al-Qur’an tidaklah
hanya berhenti saja pada saat wisuda khotmil Qur’an, aku merasa belum apa-apa,
masih banyak sekali kekurangan aku, dan masih perlu lagi untuk belajar dan
belajar. Seorang hufadz harus tetap menjaga Al-Qur’an selamanya seumur hidup.
Untuk itu saya memilih melanjutkan kuliah mengambil prodi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir sambil tetap mondok.
Post a Comment for "Gapai Mahkota Surga Untuk Kedua Orang Tua"
Post a Comment