Gak Salah Kok Santri Ikut Organisasi Apalagi Sebagai Mahasiswa, Asalkan Ada Tiga Hal Ini!
source : NIMedia |
Menjadi
mahasiswa merupakan kebanggaan tersendiri, yang mana tidak semua orang pernah
merasakan fase tersebut. Sebagian membagikan di sosial media, sebagian lagi
memilih menyimpannya secara pribadi. Terserah, semua kembali lagi ke pribadi
masing-masing.
Namun,
kehidupan mahasiswa tidak berhenti pada kebanggaan itu. Dunia kampus tidak
sebatas pengakuan dan kebanggaan tersebut. Mahasiswa dihadapkan berbagai
pilihan. Mau jadi mahasiswa kupu-kupu, kura-kura, atau kuman. Udah ngga asing
sama istilah itu, kan? Ya udah, mahasiswa kupu-kupu sebutan bagi mahasiswa yang
kuliah langsung pulang, mahasiswa kura-kura sebutan untuk mahasiswa yang kuliah
lanjut rapat alias aktivis organisasi, dan mahasiswa kuman sebutan bagi
mahasiswa yang selepas kuliah terus main. Ketiganya ngga ada yang salah emang.
Tapi
akhir-akhir ini banyak berkeliaran opini tentang ketidaksukaannya pada
organisasi kampus. Apa yang salah, sih? Organisasi kan sebagai wadah saja.
Benda mati dan ngga punya akal pikiran. Kok bisanya sampe disalahin. Mungkin
gini kali yah, sistem yang ada serta kegiatan di dalamnya yang dibentuk oleh
mahasiswa pula. Jika seperti itu, organisasi mahasiswa sudah sepantasnya punya
tiga indikator berikut ini!
Intelektual
growth
Sebagai
akademisi, mahasiswa sudah sepantasnya open minded dan tidak membatasi
apa yang masuk pada pikirannya. Namun hal ini tidak berarti tidak bisa memilah
mana yang perlu dilakukan atau dipikir dengan serius atau dianggap angin lalu.
Pun organisasi mahasiswa. Perlu pembaruan dan up-grade kualitas agar
tidak terkesan copy paste program-program dari jaman dahulu. Organisasi
harus bisa menggiring setiap anggotanya untuk mengasah kemampuan intelektualnya
serta menjadi wadah untuk menuangkan pemikiran-pemikiran atau bahkan
pengembangan pemikiran yang di dapat di kelas perkuliahan. Dengan bergabung di
suatu organisasi kampus, seharusnya mahasiswa semakin getol dalam menggali ilmu
dan semangat ketika di kelas serta kegiatan lainnya yang ada. Hal ini terjadi
sebab kehausan intelektualnya sehingga setiap sudut yang dilihat memiliki hal
unik yang dikaitkan dengan kemampuan intelektualnya. Setiap ada hal baru,
mereka haus akan informasi dan terus menelusuri kevalidan dari informasi yang
didapat. Bukan langsung ditelan mentah-mentah. Sehingga antar mahasiswa tidak
mudah untuk dibenturkan. Satu sama lain menyadari bahwa setiap informasi
merupakan potongan puzzle yang nantinya ketika digabungkan akan membentuk suatu
hal yang indah. Bukan malah saling rebut.
Jadi, kalo ikut organisasi malah bikin malas
masuk kelas dan hobi bolos, perlu dipertanyakan pengkaderan organisasinya, deh.
Soft
skill
Soft
skill merupakan kemampuan individu secara alami. Namun hal ini
tidak serta merta tidak dapat dipelajari atau dilatih. Hanya saja tidak bisa
dipelajari layaknya di bangku perkuliahan. Soft skill dipelajari dengan
komunikasi antar individu serta dengan melatih kepekaan sosial. Era sekarang
menuntut individu tidak hanya menguasai hard skill, namun soft skill
tidak kalah pentingnya. Maka dari itu, di dalam organinasilah soft skill
tersebut diasah.
Sebab di
dalam sebuah organisasi, setiap individu dilatih untuk mengelola emosi,
memimpin, menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik, berpikir kritis,
memanajemen waktu, negosiasi, bekerja sama, dan masih banyak soft skill
yang dibutuhkan. Paling tidak untuk bisa bertahan di suatu organisasi, setiap
individu harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Namun dengan bekal
komunikasi saja tidak cukup. Haruslah dikembangkan soft skill yang
lainnya agar keberadaannya memiliki efek dalam suatu organisasi.
Dengan
bergabung di organisasi, bukan berarti bebas bertindak apa saja. Namun harus
dapat mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar. Sebab dalam sebuah
organisasi kampus cukup banyak godaan untuk menyelewengkan program-program.
Organisasi sudah sepantasnya membawa anggotanya menjadi pribadi yang baik bukan
malah makin bar-bar dan berbuat seenaknya saja.
Jika
dengan bergabung di organisasi malah makin kacau kuliahnya, mending ngga usah
ikutan. Fokusin dulu kuliah, belajar manajemen waktu buat diri sendiri aja
belum bisa apalagi harus ikut organisasi segala.
Sosial
impact
Sudah
tidak asing lagi bagi organisasi jika harus membuat program kerja serta
kegiatan terkait jenis organisasi tersebut. Dengan berbekal intelektual serta soft
skill, program yang dibuat harusnya tidak hanya muter-muter di anggota
saja. Namun sedikit diperluas untuk orang di sekitarnya. Jadi adanya organisasi
itu bisa dirasakan oleh sekitar, baik mahasiswa umum atau lingkungan
masyarakat. Program yang dibuat pun perlu inovasi dan berkaca pada program yang
sudah dilaksanakan sebelumnya, tidak hanya copy paste proposal dan
laporan pertanggungjawaban. Jika masih seperti itu, buat apa melakukan hal yang
sama dua kali. Paling tidak berikan inovasi dan modifikasi agar lebih fresh
dan aktual.
Pasalnya
bertebaran poster kegiatan dari organisasi yang kurang menarik untuk sekitar.
Paling yang meramaikan sebatas anggotanya saja dan segelintir pihak luar. Atau
bahkan kegiatan itu dikhususkan bagi anggota organisasi tersebut. Hm, kalo gitu
perlu deh dikaji ulang apa itu organisasi.
Kalo
organisasi sebatas nongkrong, rapat-rapat aja ngga ada aksi, mendapat citra
yang buruk dari lingkungan, bukan malah bikin semangat kuliah tapi malah bikin
sering bolos, coba deh dipikir lagi. Buat apa ikut organisasi yang kayak gitu
kalo tugas utama sebagai mahasiswa malah dinomersekiankan. Perlahan, kalo
organisasi tidak meng-up-grade kualitas akan tersingkir dan lenyap.
Mahasiswa ngga tertarik kalo kegiatan di organisasi hanya itu-itu aja dari
tahun ke tahun.
Post a Comment for "Gak Salah Kok Santri Ikut Organisasi Apalagi Sebagai Mahasiswa, Asalkan Ada Tiga Hal Ini!"
Post a Comment