KH Basyarrohman, M. Pd : Istiqomah Kunci Kesuksesan Santri
Bicara Santri,
memang tidak ada habisnya untuk diulik. Hal-hal yang terlihat sepele namun jika
dilihat kembali ada sesuatu yang tersibak di dalamnya. Mungkin ini juga berlaku
untuk hal yang lebih general. Kembali lagi, santri merupakan sosok pemuda yang
sedang menjalankan kewajibannya sebagai penimba ilmu. Hal yang diwajibkan tanpa
terkecuali bagi manusia ini salah satu jalannya yakni di pesantren. Selagi
belum memiliki tanggungan, alangkah baiknya jika waktu yang dimiliki
dialokasikan untuk ilmu agar bisa menjadi bekal ketika sudah memiliki kewajiban
yang lain.
Sepele
namun tidak bisa disepelekan. Santri hanya memiliki kewajiban untuk mengaji,
baik secara formal maupun non formal. Namun, apakah kalian semua menyadari?
Jika kewajiban yang tampaknya sederhana dan mudah namun nyatanya tidak seperti
itu. Mengaji tidaklah mudah, berat. Mengaji memerlukan istiqomah dan memerlukan
waktu yang tidak sedikit. Bisa dibilang, antara mengaji dan bekerja itu lebih
mudah bekerja. Jika bekerja lelah secara fisik sedangkan mengaji itu lelah
secara pikiran dan fisik. Mengaji perlu menghadirkan fisik dan pikiran dalam
satu waktu. Ketika bekerja imbalannya jelas, setelah bekerja mendapat gaji atau
upah, tapi kalo mengaji, imbalannya tidak langsung diberikan.
Menjadi santri
juga harus multitalent. Semua harus bisa dilakukan atau dikerjakan oleh santri,
dan santri bisa melakukan apa saja. Hal ini yang digaungkan di banyak pesantren
agar santri tidak disepelekan. Meskipun hidup dengan berbalut kesederhanaan
namun kemampuannya tidak bisa diragukan.
Dengan
itu, santri bisa menjadi pemimpin di bidang apa saja. Santri bisa menjadi
pemuda yang membawa perubahan yang lebih baik, baik di bidang budaya,
pendidikan, politik, sosial, ekonomi dan bidang lainnya. Kembali lagi, agar
tidak disepelekan oleh masyarakat.
Untuk
menjadikan seperti itu, istiqomah menjadi hal yang wajib. Sebab “Al istiqomatu atsarul
karomah, wal qolu iadlon, al istiqomatu khairu min alfi karomah”. Istiqomah
merupakan sebab dari karomah, dan perkataan lain menyatakan, istiqomah lebih
baik dari seribu karomah. Dari itu, istiqomah menjadi hal penting jika menginginkan
keberkahan dan karomah.
Untuk
mendapatkan karomah itu, santri sudah selayaknya mengaji dan mengabdi. “Al-ilmu
bitta’alum wal barokatu bil khidmati” Jika menginginkan ilmu dapat
didapatkan dengan mengaji atau belajar, dan untuk mencari barokah bisa
didapatkan dengan berkhidmah atau mengabdi.
Melihat
kedua hal di atau, mengaji, mengabdi, dan istiqomah rasanya menjadi salah satu
jalan untuk mendapatkan keberkahan dan karomah. Sebab ilmu yang dimiliki akan
kalah dengan keberkahan dan karomah itu. Untuk mendapatkannya harus diiringi
dengan kesungguhan dan keikhlasan baik dari diri santri maupun wali santri.
Hal
tersebut diawali dengan niat. Niat dalam segala hal adalah hal yang penting
sebab menjadi keabsahan suatu ibadah atau kegiatan. Niat di sini berasal dari
pihak wali santri dan santri itu sendiri. Wali santri sepenuhnya memasrahkan
santri kepada pengasuh, bukan sekadar menitipkan. Beda cerita antara
memasrahkan dan menitipkan. Jika memasrahkan, semua yang akan dilakukan oleh
pihak pengasuh kepada santri selagi untuk kebaikan santri boleh dilakukan.
Bagaimanapun cara mendidik santri harus diterima oleh wali santri. Wali santri
ikhlas sepenuhnya terhadap didikan pihak pesantren yang mengarah pada perubahan
yang lebih baik. Beda dengan menitipkan, apa yang ada ketika dititipkan harus
dalam keadaan yang sama ketika diambil kelak.
Oleh
karenanya, wali santri maupun santri jangan dulu boyong sebelum mendapat izin
dari pengasuh. Sebab yang lebih tau perkembangan dan keilmuan dan dimiliki
santri itu pengasuh. Apakah sudah cukup atau masih ada yang perlu ditambahi.
Selain
itu, untuk menjadi manusia yang bahagia di dunia dan akhirat dapat diraih
dengan menghiasi diri dengan empat hal ini:
Pertama,
berilmu. “Man arada dunya fa ‘alaihi bil ilmu, wa man aroda al akhirata fa ‘alaihi
bil ilmi, wa man arada huma fa ‘alaihi bil ilmi”. Ilmu akan meninggikan
derajat sang empunya. Sebab ilmu memiliki keutamaan dibanding dengan harta
seperti kisah Ali bin Abi Thalib dahulu. Ilmu adalah warisan para utusan
sedangkan harta adalah warisan Qarun , Syaddad, Firaun, dkk. Ilmu akan menjaga
sang empu sedangkan harta harus dijaga sang empu. Pemiliki ilmu memiliki banyak
teman sedangkan pemilik harta banyak musuh. Jika ilmu digunakan akan bertambah
sedangkan jika harta digunakan akan berkurang. Orang berilmu dianggap mulia dan
dihormati sedangkan pemilik harta dianggap rakus dan pelit. Ilmu tak perlu
dijaga sedangkan harta dijaga dari pencuri. Pemilik ilmu akan diberi ampunan
sedangkan pemilik harta akan dihisab. Dalam kurun waktu yang lama atau sebentar
harta akan habis sedangkan ilmu akan abadi. Harta mengeraskan hati sedangkan
ilmu menyinari hati. Hal ini juga diulas oleh Cak Rusdi Mathari dalam buku Laki-laki
yang Tak Berhenti Menangis.
Kedua,
akhlakul karimah. Semakin baik akhlak anda semakin baik pula harga dirinya.
Akhlak ini bertalian erat dengan adab. Meminjam istilah Imam Al Ghazali, akhlak
adahal hal yang dilakukan secara spontan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Maka
ketika spontanitas anda bagus dapat dipastikan adab anda bagus. Adab menjadi
hal yang melekat dan terbawa kemanapun anda pergi. Seperti pakaian yang
dikenakan, selalu menempel dan mengikuti sang empu pergi. Maka kemuliaan
manusia bisa dilihat dari akhlak atau adab bukan nasab.
Ketiga, jujur. “Alaikum
bish shidqi, fa inna shidqo yahdi illal birr, fa innal birro yahdi ilal Jannah”
Jujur akan mengantarkan pada kebaikkan dan kebaikan akan mengantar pada surga.
Jika menggunakan silogisme, jika menginginkan surga, maka harus jujur.
Keempat, amanah.
Amanah juga menjadikan derajat yang tinggi. Amanah juga menjadi bayangan dari
sifat jujur.
Istiqomah,
hal abstrak yang selalu membayangi hal nyata. Tiada hal yang terjadi pada
manusia tanpa diiringi dengan istiqomah.
*disampaikan
dalam pengajian umum dalam rangka halal bi halal dan tasyakur khotmil kutub PP
Nurul Iman ke XXXI dan Akhirussanah PAUD, TK-Q, TPQ, Madin, dan MTs Fathul Ulum ke-15,
Minggu, 14 Mei 2023
Post a Comment for "KH Basyarrohman, M. Pd : Istiqomah Kunci Kesuksesan Santri"
Post a Comment