Ngga Gampang Meng-klaim - Ini Alasannya
Sumber : NIMedia |
Eksistensi pesantren tak lepas dari para pengelola lembaga pendidikan tersebut, seperti Yai dan Ustadz-nya. Dengan sikap-sikap terpuji mereka sistem pendidikan pesantren dapat diterima oleh masyarakat dan memiliki keyakinan pada pesantren untuk mendidik para santri. Hal ini terbukti jika pesantren dapat survive dengan baik sehingga masih bertahan sampai detik ini. Keunikan pesantren dapat menempa santri yang jumlahnya tidak sedikit dan berhasil mencetak pribadi yang memiliki moral yang apik. Seperti yang dicitakan pendidikan di negeri ini, menciptakan generasi yang bermoral, berpikir kritis, berintelektual, bersosialisasi yang apik dan memiliki ketrampilan.
Menciptakan hal tersebut tentunya tidak instan dan mudah. Tentunya
harus ditempa dan didorong dengan kelembutan. Sehingga terbentuklah insan yang
tidak mudah mengklaim hal yang bukan hak miliknya. Hal tersebut terjadi karena
hal di bawah ini.
Santri terbiasa dengan kehilangan. Hidup bersama dengan sesama
santri, mau tidak mau harus menerima segala resiko hidup berdampingan. Di dalam
pesantren sudah sangat akrab dengan yang namanya kehilangan. Entah itu
kehilangan ember, sandal, baju, dan apapun yang menempel pada dhohir santri.
Hal ini sangatlah wajar. Entah karena keteledoran diri sendiri atau santri yang
iseng. Namun hal ini pasti menimpa tiap santri. Santri tak gampang jengkel atau
marah ketika kehilangan sesuatu darinya. Sebab dari pesantren mereka paham apa
yang dimilikinya tidak sempurna miliknya, di pesantren apa yang dimilikinya
menjadi milik bersama.
Dari sebuah kehilangan, santri belajar hal lain dalam pesantren.
Bagaimana cara bersosialisasi dengan baik, cara meminjam yang baik, memberikan
kesan yang baik ketika meminjam. Seandainya santri tidak pernah kehilangan
niscaya tak tau cara bersosialisasi yang baik, tak bisa meminjam dengan baik.
Salah satu cara untuk menyadarkan diri santri akan sebuah rasa kebersamaan
adalah dengan adanya kehilangan. Awal yang menyakitkan namun menimbulkan efek
yang tidak terlalu buruk.
Bagaimana tidak, hampir semua yang dimiliki rela barter atau
berbagi dengan yang lainnya. Rasa kebersamaan sangat kental di pesantren.
Sabun, baju, sandal, buku, pensil, pulpen, dan masih banyak lagi seringkali
dipakai ramai-ramai. Hal ini tidak akan mendapat solusi jika dihadapi dengan
rasa marah atau tidak terima. Melalui hal-hal seperti ini justru akan menambah
rasa kebersamaan santri dan mempererat kedekatan santri.
Rela berbagi, menjiwa dan mendarah daging pada santri. Justru
santri yang tidak mau berbagi tidak memiliki teman dan mendapat pandangan
negative dari lingkungan pesantren. Karena pada dasarnya pendidikan pesantren
menegakkan arti kebersamaan yang sangat kental. Maka dari itu santri perlahan
tidak merasa kehilangan atas hal ada pada dirinya.
Dari sini muncullah sikap santri yang tidak mudah meng-klaim apa
yang ada di tangannya. Rasa ingin memiliki santri menurun ketika sudah
merasakan sensasi kehilangan dan pendidikan di pesantren. Dalam pengajian
rutinan, seringkali dijelaskan arti sebuah kehilangan. Bahwasanya kehilangan
sebenarnya tidak ada sebab semua yang ada pada tiap diri hanyalah titipan bukan
kepemilikan total. Maka ketika sesuatu diambil tidak kaget dan bisa
mengikhlaskan dengan mudah. Santri tidak mudah meng-klaim yang ada pada diri
santri. Semua hanya titipan padanya. Apalagi untuk hal yang ada di sekitar
dirinya, tidak akan mudah meng-klaim bahwa ini milikku, itu milikku, tidak
seperti itu. Santri sudah ditanamkan dalam dirinya tidak pantas bagi seorang
santri untuk meng-klaim yang ada pada dirinya.
Dari hal-hal yang telah dikupas di
atas, terlihat jika pendidikan pesantren tidak hanya sekadar tempat pendidikan
yang menempa isi kepala saja. Namun diiringi tempaan jiwa dan batin santri.
Nilai-nilai kebajikan ditanam perlahan dengan lembut sampai-sampai santri tidak
merasakan bahwa sebenarnya dirinya sedang ditempa
Post a Comment for "Ngga Gampang Meng-klaim - Ini Alasannya"
Post a Comment