Seksualitas dalam Wajah Pesantren Masa Kini
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang hadir sebelum Indonesia
merdeka. Peran pesantren adalah menularkan ilmu agama dalam bentuk pendidikan
non formal. Jauh sebelum Indonesia merdeka pesantren dengan tugasnya hadir
memberikan ajaran agama islam kepada masyarakat, namun dalam dewasa ini
pendidikan pesantren sudah memasuki babak baru di mana pendidikannya
berafiliasi dengan pendidikan formal. Sejatinya pesantren hadir sebagai instrument
khusus dalam pendalaman ilmu agama islam. Dalam pengenalan budaya pesantren
para santri diwajibkan untuk setiap waktu berada di dalam pesantren, mulai dari
dia tidur sampai tidur kembali. Fungsinya adalah agar santri mengetahui secara
utuh perilaku yang dicontohkan oleh kiai-kiai dalam hal ini bertindak sebagai
agen ilmu untuk menularkan pemahaman Islam termasuk juga mengenai seksualitas.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Amanah Tardi mengatakan, pesantren
menempati urutan kedua dalam kasus kekerasan seksual dalam periode 2015-1010
setelah universitas, dilihat dalam laporan komnas Perempuan per 27 Oktober
2021. Sepanjang 2015-2020 ada sebanyak 51 aduan kasus kekerasan seksual di
lingkungan pendidikan yang diterima komnas perempuan. Dalam laporan itu, komnas
perempuan mengungkapkan bahwa kasus kekerasan seksual paling banyak terjadi di
universitas dengan angak 27 persen. Kemudian, 19 persen terjadi di pesantren
dan pendidikan berbasis agama isalm, 15vpersen terjadi di tingkat SMU/SMK, 7 persen
terjadi di tingkat SMP, dan 3 persen masing-masing di TK, SD, SLB, dan
pendidikan berbasis agama Kristen. Dari data yang ada, rata-rata korban kekerasan
seksual di lembaga pendidikan agama adalah anak di bawah umur usia di bawah 18
tahun, bahakn ada yang usia 7 tahun. Kementrian pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak (kemen PPPA) menyatakan kekerasana seksual pada anak
didominasi di pesantren. Hal ini dibuktikan dengan data selama 2018-2019 yang
menunjukkan sebanyak 37 kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan pondok
pesantern yang sebagian besar merupakan kekerasan seksual.
Seks adalah fitrah yang diberikan oleh sang maha kuasa kepada
manusia. berbeda dengan seksualitas, seksualitas lebih kepada keinginan untuk
berhubungan intim antara laki-laki dan perempuan. Islam merupakan agama yang
lengkap dan banyak jalan pemahamannya kepada pengikutnya, seksualitas juda
dijelaskan dengan gambling dalam budaya pesantren. di pesantren tak hanya
dipelajari kitab-kitab bertemakan hadist, tafsir, nahwu, balaghah, tetapi juga
dipelajari kitab yang membahas edukasi seksualitas bagi santri. biasanya
antusiasme santri saat ngaji pendidikan seks sangatlah tinggi. Hal ini penting
disampaikan agar sejak dini santri bisa memahami pentingnya menjaga organ-organ
vital pada dirinya. Di samping itu, pendidikan seks juga berkaitan erat dengan
praktik-praktik ibadah yang dibahas dalam fiqh. Setiap santri akan mendapatkan
pemahaman seksualitas berdasarkan jenjang yang dilalui, semakin tinggi jenjang
yang dilalui akan semakin detail pemahaman seksual yang didapatkan, misalnya
tata cara berhubungan, larangan berhubungan sampai pada spesifikasi
seksualitas. Penyampaian pendidikan seksual dibalut dengan jalan humor agar
tidak terlalu vulgar dan mudah dipahami oleh santri. pada prinsipnya apa yang
disampaikan oleh pesantren ini merujuk pada kitab klasik yang ditulis juga oleh
syaikh atau kiai terdahulu. Pendidikan ini sangat penting bahkan harus
didapatkan sedini mungkin serta menjaga kesuciannya. Ajaran-ajaran yang
berdasar pada kitab kuning dianggap sebagai kajian yang memiliki sanad sehingga
tidak ada keraguan dalam mengajarinya.
Pemahaman seksual dalam pesantren lebih intens dibandingkan dengan
tempat pendidikan formal seperti lembaga yang tersedia sekarang ini. Dalam
budaya pesantren santri dikenalkan dengan kitab klasik seperti Qurratul Uyun bi
Syarhi Nadzam Ibn Yamun karya Syekh Muhammad at-Tahami Ibnu Madani, Uqudul
Lujain karya Syekh Nawawi al-Bantani. Dhau’ al-Misbah fi Bayani Ahkam an- Nikah
karya KH. Hasyim Asy’ari, Fathul Izar karya Agus Abdyllah Fauzi, Irsyadul
Zaujain karya Muhamad Utsman dan lainnya. dalam kitab Quratul Uyun misalnya
penjabaran mengenai hubungan intim sangatlah gambling bahkan tidak ada bahasa
yang bias untuk menjelaskan. Biasanya pesantren akan menyajikan pemahaman
seksual pada bulan Ramadhan, inilah keunikan budaya pesantren.
Islam memberikan lampu hijau bagi pendidiakn seksualitas melalui
ayat, hadis dan pemikiran keagamaan yang bersumber dari keduanya. Tentu nilai
keislaman yang mendasari pendidikan seksualitas dalam perspektif islam
membentuk karakter yang khas untuk menjadikan santri mengerti tentang
seksualitas dan bertanggung jawab atas pilihan seksualitasnya sesuai nilai
islam sehingga tidak perlu lagi adanya kekhawatiran bahwa pendidikan
seksualitas akan membawa dampak buruk terhadap peningkatan perilaku seksual
terlarang. Dalam konteks pesantren, pendidikan seksualitas di pesantren
menemukan arah baru melalui bahan ajar yang semakin komprehensif untuk
membentuk pandangan seksualitas santri sebagai agen sosialisai niali-niali
islam dalam masyarakat.
Post a Comment for "Seksualitas dalam Wajah Pesantren Masa Kini"
Post a Comment