Minimnya Pembelajaran Seks di Pesantren
https://theasianparent.com |
Tragis.......!!!! Pura-pura Alim ternyata Zholim..!!! Seperti yang
kita ketahui, akhir akhir ini banyak sekali kasus pelecehan seksual terutama di
lingkungan pesantren. Salah satu kasusnya adalah pelecahan seksual yang
dilakukan ustadz terhadap 12 santriwati hingga hamil dan melahirkan. Perbuatan
inisial HW telah mengakibatkan korban terganggu secara psikis dan kejiwaannya.
Bandung, Jawa Barat. Lalu siapa yang disalahkan? Apakah oknum yang berbuat atau
korban yang tetap bungkam dengan perbuatannya? Oknum yang notabenya adalah
seorang guru atau ustadz yang seharusnya menjadi contoh pedoman bagi para murid dan santrinya.
Akibatnya, nama baik pendidikan keagamaan pun tercoreng. Seperti pesantren atau
rumah tahfidz. Menanggapi kasus tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis menegaskan kasus pelecehan seksual
tersebut tidak ditoleransi oleh agama. Karena itu, menurut dia, kejadian serupa
harus segera diantisipasi oleh pemerintah maupun masyarakat. Komnas Perempuan mencatat
dalam periode 2015 hingga Agustus 2020 mencatat ada 51 kasus kekerasan seksual
yang dilaporkan dari lingkungan pendidikan, kampus menempati tempat pertama
jenjang pendidikan dengan kasus kekerasan seksual tertinggi, yakni 27 persen.
Dalam kasus ini, jaksa Kejari Bandung mendakwa terdakwa HW dengan pasal
berlapis, yakni Pasal 81 ayat (1) dan (3) Pasal 76 D UU RI No. 35 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan
anak Jo pasal 65 ayat (1) KUHP maksimal 15 tahun penjara. Keluarga korban juga
meminta pelaku biadab itu dikenai hukuman penjara seumur hidup. Sebenarnya apa yang dicari pelaku, apakah
kelainan atau bahkan mempunyai kepuasan tersendiri untuk menyakiti dan menyalurkan
hasrat
bejadnya tersebut? Entahlah, yang jelas sekarang kasus dan angka
peningkatan pelecehan seksual semakin tinggi yang dimana dan kapanpun bisa
terjadi. Pelaku tidak memandang usia, tidak memandang tempat, bahkan tidak
memikirkan dampak apa yang terjadi setelah itu, pelaku hanya memikirkan
kepuasan pada dirinya. Bahkan pelaku memberikan janji janji manis kepada korban
berupa akan membiayai hidupnya, biaya kuliahnya dan biaya pesantrennya. Zaman
sekarang wanita yang menutup aurat pun
masih tetap dilecehkan, apalagi wanita yang kurang menutup auratnya.
Sadis.....!!! Lalu sekarang bagaimana
cara kita menjaga diri, menghindari, menolak pelecehan dan kekerasan seksual
tersebut? Apa yang harus kita lalukan
sebagai sesama santri menanggapi hal tersebut? Apalagi kajian yang kita
pelajari tidak jauh dari hal hal sepele yang sering kita lakukan. Banyak sekali hal kecil yang tanpa kita
sadari akan menimbulkan dampak besar, tidak usah berpikir terlalu jauh, dan
jangan munafik. Semua yang ada dalam
diri wanita bisa menjadi syahwat untuk para kaum lelaki, tergantung bagaimana
si wanita menjaganya, dan bagaimana si lelaki menahan hasratnya. Benar atau
benar? Sebenarnya apabila kita berpikir
lebih luas, ini bukan kesalahan pesantren maupun para santrinya. Namun, lebih
ke kurangnya perhatian lebih terhadap pembelajaran seks dan penerapannya. Bukan
penerapan yang mengarah ke jenjang serius tetapi penerapan hal hal kecil untuk
lebih diperhatikan lagi. Karena tanpa alasan banyak orang melakukan perbuatan
tanpa memikirkan dampak apa yang akan terjadi pada diri dan lingkungannya. Sikap baik yang harus kita perhatikan
mengenai kasus diatas sebagai santri, yakni tidak bisa langsung menyalahkan
pihak pelaku atau korban. Mengapa? Karena seperti yang kita ketahui tadi, kurangnya
perhatian khusus terhadap kita sebagai warga pesantren. Kita juga harus pandai
memilah dan memilih mana hal yang harus kita lakukan, dan mana hal kurang baik
yang harus kita tinggalkan, tidak mentang mentang kita
merasa benar semua perbuatan tidak kita pikirkan dampaknya. Jika
kalian masih begitu, itu tandanya kalian belum mendalami kajian kepesantrenan
yang di sajikan dalam lingkungan pesantren. Serta jadilah santri yang bijak
dalam menilai, mengkritik dan menjadi netizen ketika menanggapi suatu kasus.
Post a Comment for "Minimnya Pembelajaran Seks di Pesantren"
Post a Comment