Sumpah Pemuda dalam Paradigma Santri
Sumber : NIMedia |
28 Oktober 1928 silam, pemuda dari seluruh penjuru Indonesia
berkumpul dan membentuk gerakan untuk memperjuangkan negeri ini. Dari berbagai
perbedaan dan keragaman, masing-masing melepas ego demi terbentuknya persatuan
dan kesatuan negeri ini. Semua dilakukan dengan dasar persatuan, mereka
dipersatukan oleh negeri ini, Indonesia, meski jika ingin mencari perbedaan tak
dapat terselesaikan sampai detik ini.
Mari intip beranda kami di Instagram
Santri pun selayaknya seperti itu. Santri datang dari berbagai macam
daerah yang memiliki kebudayaan yang beragam. Datang dari latar belakang
sosial, ekonomi, dan pendidikan yang berbeda pula. Setumpuk perbedaan tak lepas
jika hanya dibahas semalam. Namun, kini mereka dipersatukan oleh atap pesantren
yang sama. Satu didikan Yai yang sama. Memiliki kedudukan yang sama, sabagai
santri. Memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama. Tidak ada perbedaan di
antara mereka. Semua sama.
Yuk bercuit bersama kami di Twitter
Dengan berbagai perbedaan tersebut, sepantasnya menurunkan ego demi
terciptanya kenyamanan bersama. Tidak semata untuk pribadi seorang, namun
mencakup seluruhnya. Pesantren adalah tempat di mana santri ditempa untuk
saling berbagi. Kehilangan bukanlah hal yang baru, bahkan sudah mendarah
daging. Entah bentuk apa, kehilangan adalah sebuah cara Tuhan untuk melatih
diri agar tidak mudah meng-klaim sesuatu. Sebuah tingkah di mana santri belajar
melepaskan, tidak merasa memiliki, belajar mengikhlaskan, sembari mengambil
pesan, ‘Diusahakan jangan sampai suatu saat melakukan hal yang sama, sebab
sudah pernah merasakan kehilangan dan berbagai bentuk rasa kehilangan, meski
rasa itu kurang pantas hinggap dalam diri.’
Yuk kunjungi kami di Youtube
Ada sebuah cuplikan, “Jangan ambil sesuatu yang bukan milikmu,
sekalipun kamu sangat menginginkannya.” Hal ini cukup sulit dihindari,
namun perlahan, kurangi, sebab tak tau apa yang sedang pemilik itu rasa. Saling
menjaga, setidaknya izin, meski hanya kau dan Tuhanmu yang tahu.
Maka, turunkan ego, ingat bahwa santri hidup berdampingan di bawah
atap pesantren yang sama. Sudah sepantasnya saling. Saling menjaga, mengasihi,
menghormati, dan lainnya.
Post a Comment for "Sumpah Pemuda dalam Paradigma Santri"
Post a Comment