Masih Adakah Oase Pendidikan Di Tengah Pandemi?
17 Maret 2020, hari yang membuat seluruh pelajar bersorak-sorai.
Hari diumumkannya peniadaan kegiatan pembelajaran di sekolah. Hari libur, pikir
mereka. Berbagai rencana telah mereka susun. Berselancar di sosial media,
bermain game online, menonton drama, dan lainnya. Rencana yang sempurna
untuk menikmati ‘liburan’ ini. Dua minggu yang sempurna tanpa ada kata
‘sekolah’ di dalamnya. Rasa senang itu bertambah tatkala diumumkannya pembatalan
Ujian Nasional Tahun Ajaran 2020/2021. Apalagi yang lebih baik dari kedua hal
tersebut?
Dua minggu berlalu, namun para pelajar tersebut masih bersikap
santai dengan handphone di tangan
dan bersandar
malas di atas kasur yang empuk. Mereka enggan untuk bangun. Mengapa mereka
tidak bergegas bangun dan bergegas ke sekolah? Bukankah dua minggu yang mereka
maksud sudah berakhir? Apakah mereka tidak takut terlambat ketika bel sekolah
telah berbunyi dan gerbang sekolah yang akan ditutup? Ternyata libur mereka
bertambah panjang, dua minggu yang terlewat kini terulang lagi. Begitupun
seterusnya hingga tak terasa libur mereka sudah melewati waktu satu tahun.
Waktu yang tak sebentar bukan? Liburan yang awalnya menyenangkan berubah
menjadi mimpi buruk bagi para pelajar tersebut. Kini mereka sadar, ini bukan
liburan. Hari-hari mereka kini disibukkan dengan berbagai mata pelajaran yang
mau tidak mau harus mereka ampu sebagai seorang pelajar. Kini gadget yang
semula adalah sumber hiburan mereka, akan menjadi titik malas ketika terdapat
pemberitahuan tentang tugas atau pekerjaan yang mau tidak mau harus mereka
selesaikan. Satu tahun yang berharga yang harusnya menjadi momen mereka sebagai
pelajar di sekolah kini tergantikan dengan metode pembelajaran baru yang telah diterapkan.
Ya, metode daring. Istilah yang sudah sangat tidak asing di telinga semua orang
di kala pandemi covid-19 ini. Kini semua kegiatan digantikan secara
virtual.
Di tengah pandemi ini, masih adakah oase pendidikan dalam hati para
pelajar? Masih adakah minat mereka untuk sedikit demi sedikit menambah ilmu dan
wawasan? Kini buku di tangan mereka sudah tak ada lagi.
Guru yang ditatap setiap hari kini hanya dapat bertemu lewat layar virtual.
Kini tak ada lagi teguran untuk sikap sempurna belajar dalam kelas. Bahkan melakukan
hal saat pembelajaran tengah berlangsung bukan hal yang aneh lagi saat ini.
Entah itu sambil makan, tidur, bermain game, dan lainnya, kini tidak ada
yang melarang. Rasa malas terus menggerogoti jiwa mereka. Entah kapan sejak
terakhir kali buku terlihat di tangan mereka. Entah kapan sejak terakhir kali
mereka memegang pena dan buku catatan. Sering kali Aku mendengar tetanggaku
berteriak “Ma!! Cepat bantu aku selesaikan pekerjaan rumahku.” Kini orang tua
memiliki peran ganda. Tanpa pendidikan yang tinggi, kini para orang tua harus bisa
menjadi guru belajar bagi anak-anaknya. Orang tua yang hanya bertugas memasak
sarapan sebelum anaknya pergi ke sekolah, kini juga harus ikut berkutik dengan
angka dan huruf yang dipelajari anak-anak mereka.
Tidakkah mereka rindu pada guru mereka? Tidak jarang kudengar mereka mengeluh sebab tak memahami materi yang disampaikan. Tak jarang juga kudengar mereka mengatakan sudah tidak memedulikan lagi tentang pelajaran. Mereka kini sudah terbiasa dan merasa nyaman dengan kondisi ini. Mengabaikan tugas dan memilih bersenang-senang. Tidakkah masih ada harapan untuk membuat mereka kembali bersemangat? Menumbuhkan kembali minat mereka dalam menuntut ilmu? Kini, perjuangan mereka bukan lagi berusaha bangun di pagi hari melawan rasa kantuk dan berangkat ke sekolah. Kini mereka lebih dihadapkan oleh rasa malas yang selalu memanjakan mereka. Sekarang bukan lagi tugas guru ataupun orang tua untuk membangunkan mereka. Mereka harus bangun dari rasa malas itu dengan kekuatan mereka sendiri. Membentuk sendiri oase pendidikan dalam hati mereka.
Written by Satriani
Post a Comment for "Masih Adakah Oase Pendidikan Di Tengah Pandemi?"
Post a Comment