Krasan - Sefruit Trick From Anas Fathurrahman
in frame: Anas Fathurrahman |
Cerita salah satu santri Pondok Pesantren Nurul Iman Pasir Wetan,
yang kini menginjak 5 tahun di pondok setelah sebelumnya sudah cukup lama di
bawah atap pondok lain. Jika berkunjung ke pondok, hampir setiap hari kita pasti
bisa menemukan santri asal Cilacap tersebut. Satu tingkah khasnya adalah
senyuman yang terlempar pada setiap orang yang menyapanya. Entah karena malu
atau apa tidak tahu. Coba tanyakan langsung pada yang bersangkutan saja.
Kang Anas sapaannya,
bertubuh kurus tak terlalu tinggi ,wajah kusam dan bibir hitam terbakar
sebuah gambaran yang cukup bagi setiap orang untuk membayangkannya. Selain
kesibukannya sebagai santri, dia adalah seorang mahasiswa di salah satu
perguruan tinggi di Purwokerto. Dua tanggung jawab almamater besar yang selalu
didambakan masyarakat dalam memberikan perubahan.
Krasan atau betah di pondok adalah suatu proses awal yang
melelahkan, tidak sedikit yang gagal. Namun berbeda dengannya, yang kini hanya
seorang diri di antara teman-temannya yang sudah memilih keluar dari pondok dengan
berbagai alasan. Tepatnya dari tahun 2018.
Tak hanya krasan, kecerdasan tak bisa dielakkan darinya. Sebab literasi
yang dikantonginya cukup luas baik dalam bidang agama maupun umum. Suatu saat
ketika berhadapan dengannya (dia berbicara) pasti akan tertegun, ‘Masih
banyak yang belum kuketahui dan aku hanyalah remahan remahan dan remahan sampai
bentuknya pun tak terlihat.’
Bagaimana si agar bisa krasan dipondok? Entah kenapa aku ingin
bertanya kepadanya, bertanya tentang apa yang bisa membuatnya bertahan dalam
waktu yang cukup lama mengingat dia juga disibukkan dengan tugas-tugas
kuliahnya.
Suatu kesempatan yang hampir mustahil aku bisa mendapat jawaban
dari kang Anas, meskipun dengan jawaban-jawaban dan bahasa yang membuatku
bingung, karena memang dia seseorang yang sulit ketika diajak bicara. Pasti
tidak pernah mau.
Dari obrolan dengannya aku mendapatkan beberapa alasan yang mungkin
bisa kalian semua praktikan ketika ingin terus menimba ilmu di pesantren.
Pertama niat, niat dengan
sungguh-sungguh untuk mencari ilmu. Niat merupakan hal yang penting dari sebuah
kegiatan. Jika mondok menjadi alasan untuk mencari ilmu, insha allah cepat
merasa betah, sebab apa yang menjadi tujuannya tersebar di sana. Berbagai
bidang kajian ada di sana dan bagi pencari ilmu itu menjadi kenikmatan
tersendiri.
Dia juga mengutipkan sebuah hadits tentang obsesinya terhadap ilmu,
yaitu HR......
من اراد الدنيا
فعليه بالعلم
و من اراد
الاخرة فعليه بالعلم
ومن اراد هما
فعليه بالعلم
"Siapa yang menginginkan jaya di dunia maka harus menguasai
ilmu, siapa yang menginginkan akhirat maka dengan ilmu. Dan barang siapa yang
ingin jaya di keduanya maka harus dengan ilmu."
Kedua mengingat orang tua. Sebagai seorang
anak pastilah kita harus senantiasa berbakti dengan orang tua. Kita harus
mengingat jerih payah dan keringat perjuangan orang tua kita. Dalam konteks
berbakti kepada orang tua kita sebagai seorang santri haruslah
bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu di pesantren.
Akan tetapi terkadang terdapat santri berpikir ingin membantu
meringankan beban orang tua (dalam urusan dunia), dan dengan alasan tersebut
membuatnya hengkang dan meninggalkan pesantren. Namun, hal tersebut memang
tidak bisa disalahkan tetapi ada baiknya kita tetap pada ranah kita sebagai
seorang santri dan tidak ikut campur pada apa yang memang bukan ranah dan kapasitas
kita. Sekarang coba kalian merenung dan bayangkan sejenak, adakah orang tua
yang tak suka jika anaknya menjadi anak yang sholeh/sholehah, anak yang bisa
mendoakan orang tuanya.
Intinya ingat dengan orang tua, mendoakan orang tua, dan niat
sungguh-sungguh untuk mencari ilmu.
Mungkin dua hal itu saja yang dapat aku simpulkan. Akan tetapi dua
hal tadi memang sesuatu hal yang menjadi pokok ketika seseorang ingin krasan
dan menemukan arti sungguh-sungguh dalam mendalami ilmu di pondok pesantren.
Matahari tepat di atas kepala. Lupakanlah sejenak masalah di siang
yang sudah panas ini, ingatlah kesejukan yang telah berlalu seperti embun di
pagi hari tadi.
Sejenak terdiam tak ada obrolan, kuminum segelas kopi yang sengaja
aku buat sedari tadi. Di akhir obrolanku denganya dia juga memberikan sebuah
pesan yang ia anggap tak berarti, tetapi bagiku seperti menemukan emas di tengah
bebatuan.
“Pada dasarnya ngaji tidak melulu tentang lembaran-lembaran Turats
yang tak ada habisnya.” ungkapnya.
"Akan tiba suatu saat yang mengharuskan kita memahami dan mempraktekkan halliyah yang dicontohkan oleh guru-guru kita dan itulah sebuah pelajaran yang saya dapat di Pondok Pesantren," ucapnya.
Namun ngaji laku atau ngaji حل , merupakan sebuah pelajaran yang tidak semua orang bisa mengaksesnya bahkan di zaman modern ini, karena tingginya tingkat kognitifitas yang harus dimiliki oleh para pelakunya. Di dalamnya kita akan dituntut untuk menata tingkah laku kita agar bisa menjadi manusia yang tidak egois, manusia yang bertanggung jawab, manusia yang rendah hati, manusia yang sederhana, manusia yang bisa menempatkan diri dengan tepat, dan masih banyak laku-laku lainnya secara sadar maupun tidak sadar.
Nah, itulah sedikit trik dari kang Anas. Setidaknya bisa menjadi bahan bacaan di kala senggang dan (mungkin) menjadi sedikit pemacu semangat.
jika ingin beramal jariyah melalui pondok pesantren nurul iman bisa lewat sini.
Post a Comment for "Krasan - Sefruit Trick From Anas Fathurrahman"
Post a Comment