Dul Kemplu Outdoor #6 Salah Terka
Gulita memayungi sebagian bumi. Ayam kampung mulai bersahutan
bernyanyi. Tarhim mengayun membelah kesunyian desa kecil. Embun merengkuh bumi
membuat insan menarik naik selimutnya. Udara kehidupan mulai segar membumi.
Sang surya bersiap menyapa.
Pelantang masjid menggemakan panggilan, mengajak insan menyerahkan
diri pada Tuannya. Satu per satu penduduk bumi mengerjap bersiap menumpas mimpi
semalam. Pun dua bocah yang tengah meringkuk di ranjang berbalut sarung
kebangsaannya. Wanita paruh baya memutar tuas pintu memasuki kamar tersebut.
Kemudian memencet sakelar lampu yang menerangi ruang 12m2 tersebut. Bocah
putih itu membenarkan posisi tidurnya.
“Ajis, tangi, wis shubuh. Ndang shalat.” Ujar wanita paruh
baya tersebut, ibunya.
“Eum….” Hanya racauan yang keluar dari mulutnya.
Melihat respon anaknya, wanita tersebut menarik sarung yang
menyelimutinya, “Ndang, wes awan kie! Shubuh!” ucapnya.
Mau tidak mau Ajis membuka matanya dan duduk mengumpulkan nyawanya.
Melihat anaknya sudah bangun, ibunya segera beranjak. Ajis segera membangunkan
Dul Kemplu, yang tengah terlelap di sampingnya. Ajis menarik paksa sarung Dul
agar segera bangun. Jurus itu cukup manjur untuk membangunkannya. Tak berselang
lama, Dul sudah duduk mengumpulkan nyawanya. Ajis beranjak untuk membersihkan
badan sekenanya dan mengambil air wudhu. Setelah kembali, Dul bergantian
membersihkan badan. Dul sudah tidak bingung dengan posisi rumah Ajis, sebab
sudah beberapa kali dia menginap dan kebetulan posisi rumahnya belum berubah.
Keduanya beriringan berjalan menuju masjid di desa Ajis. Tak sampai
10 menit, keduanya sampai di masjid dengan dekorasi modern yang memiliki
pelataran cukup luas. Tak menunggu lama, keduanya segera melepas sandal yang
dikenakan dan menaiki masjid. Setiap pulang kampung, sudah menjadi kebiasaan
Ajis berjamaah di masjid tersebut. Tak mau meninggalkan momen, Ajis menggelar
sajadah dan menunaikan shalat tahiyatul masjid. Dul yang melihat hal tersebut
ikut menunaikan shalat 2 rakaat tersebut.
Tak cukup lama, imam memanjatkan doa dan jamaah mengaamiinkan.
Dul berirama mengangguk. Rupanya rasa kantuknya belum beranjak dari dirinya.
Ajis pun sama, hanya saja dia bisa anteng duduk sambil mengangkat kedua
tangannya layaknya jamaah yang lain. Sehingga tak begitu nampak jika dia tengah
mengantuk.
Usai bersalaman, jamaah meninggalkan masjid dan ada beberapa yang
melanjutkan rayuannya pada Tuhan. Ajis segera berdiri dan meninggalkan masjid
membersamai jamaah yang lain. Dul pun ikut berdiri. Namun, tidak segera
meninggalkan masjid. Dia mengangkat tangan dan takbir, rupanya takbirotul
ihram.
Sesampainya di pelataran masjid, Ajis celingukan mencari keberadaan
sohibnya itu.
“Jis, nggoleti apa? Sandale ilang apa?” Tanya pak Man.
“Mboten, pak. Niki saweg nggunteni rencang kulo.” Jawab
Ajis.
“Oalah… ya wis ya, nyong bali disitan ya.” Ujar pak Man.
“Nggih, Pak. Nderekaken.” Sahut Ajis.
Sebab sahabatnya tak juga terlihat, Ajis memutuskan kembali masuk
masjid. Siapa tau sahabatnya itu tertidur di dalam seperti kebiasaannya di pesantren.
Benar. Dul masih di dalam masjid. Namun, ada yang membuat hati Ajis mencelos.
Sahabatnya tersebut tengah menunaikan shalat.
“Dul si lagi shalat apa? Ujarku mau wis shalat shubuh. Jamaah
pisan.” Batin Ajis.
Ajis memutuskan menunggu Dul selesai untuk menginterogasinya. Tak
lama, Dul salam dan mengakhiri shalatnya. Dia langsung berdiri dan berjalan
menuju pintu keluar masjid. Dia tak menyadari Ajis tengah mengawasinya.
“Dul!” panggil Ajis.
Dul yang merasa terpanggil menoleh, “Eh, Ajis. Deneng esih nang
kono?” Tanya Dul.
“Iya, nyong nggoleti koe kie. Ujarku koe maring endi. Yuh bali.”
Jawab Ajis.
Keduanya beriringan keluar masjid. Sesampainya di pelataran masjid,
Ajis mengajak Dul duduk di bangku panjang.
“Ngeneh njagong disit, Dul. Nyong pengin takon karo koe.”
Ucap Ajis.
“Ih, medeni temen. Arep takon apa janeh, Jis. Tumben temen takon
karo nyong.” Sahut Dul.
“Geh, miki koe si shalat apa bar shalat shubuh?” Tanya Ajis
sambil menyodorkan rokok.
“Oalah… nyong miki kae shalat ba’diyah shubuh, Jis. Hehehe…
malah koe langsung lunga ora ndadak sunahan disit.” Jawabnya diselingi
tawa.
“Oalah…. Koe tah yah, ngawur banget..” kata Ajis.
“Ngawur kepriwe?” potong Dul.
“Geh, koe jere sapa koh bisane koe nglakoni shalat ba’diyah
shubuh?” Tanya Ajis lagi.
“Kae lho, jere mbok shalat sing ngiring-ngiringi shalat fardhu
kue disunahaken. Sunah sing dikuatkan. Nah, mulane aku mau shalat sunah bar
shubuh.” Jelas Dul.
“Hm….” Gumam Ajis.
“Kepriwe si, Jis? Bener mbok?” Tanya Dul, gumaman Ajis
menimbulkan pertanyaan di benak Dul.
“Dadi kaya kie, Dul. Shalat sing ngiring-ngiringi shalat fardhu
bener sunah sing dikuatkan, sunah muakad. Tapi..” jelas Ajis.
“Tapi kepriwe, Dul?” potong Dul.
“Tapi, ora kabeh shalat fardhu kue ana sunah qobliyah karo
ba’diyah, Dul. Contone mau kue, shalat shubuh ora ana sunah ba’diyah shubuh,
Dul. Paham?” ucap Ajis.
“Iya apa? Nyong ora ngerti sumpah.” Kata Dul.
“Dadi, Dul, tek wei ngerti sisan. Shalat sunah rawatib, sing
ngiring-ngiringi shalat fardhu, kue…. Rungokna kie, Dul!” Perintah Ajis.
“Iya, Jis.” Jawab Dul.
“Sedurung shalat shubuh 2 rakaat, sedurung shalat dhuhur 4
rakaat, sewise dhuhur 4 rakaat, sedurung shalat ashar 4 rakaat, sedurung shalat
maghrib 2 rakaat, sewise shalat maghrib 2 rakaat, sedurung shalat isya 2
rakaat, terus sewise shalat isya 2 rakaat. Bar shubuh ora ana, Dul.” Jelas
Ajis.
“Hehehe…. Terus kepriwe?” Tanya Dul.
“Ya uwis ora papa, kan miki koe durung ngerti. Ngesuk aja
dibaleni maning.” Ucap Ajis.
“Juga ora kabeh wektu kue ulih nggo shalat. Ana beberapa waktu
sing diharamkan, Dul.” Sambung Ajis.
“Hah? Masa shalat diharamkan si?” Dul keheranan.
“Iya, Dul. Ana 5 waktu sing diharamkan nggo shalat. Salah sijine
miki sing koe wis nglakoni, sewise shalat shubuh ngasi mataharine metu, pas
matahari metu ngasi munggah sekitar setombak duwure, pas matahari jejeg tekan
lingsir kecuali nang dina Jum’at, bar shalat ashar ngasi mataharine surup,
terakhir pas surup kae kan mataharine kuning, ngasi surup tenanan. Kue ora olih
nggo shalat.” Jelas Ajis.
“Oh, iya iya. Nyong si kepriwe ya, Jis, wis kadung nglakoni
shalat mau?” Tanya Dul lagi.
“Ora papa, Dul. Jeneng be or ngerti. Nek wong sing ora ngerti
kue insha allah dingapura karo Pangeran, Dul.” Kata Ajis menenangkan.
“Alhamdulillah……” ucap Dul sambil mengelus dadanya.
“Yuh bali, gari sarapan.” Ajak Ajis.
Tanpa jawaban keduanya beriringan menuju rumah Ajis.
Silakan yang mau beramal jariyah melalui Pondok Pesantren Nurul Iman bisa lewat sini.
Post a Comment for "Dul Kemplu Outdoor #6 Salah Terka"
Post a Comment